DUA PULUH LIMA TAHUN DALAM KEGEMBIRAAN SEBAGAI PENDIDIK

DUA PULUH LIMA TAHUN DALAM KEGEMBIRAAN SEBAGAI PENDIDIK

 

Dua puluh lima tahun berkarya di Yayasan Pangudi Luhur, 25 tahun menjalani panggilan menjadi pendidik di Yayasan Pangudi Luhur, merupakan sesuatu yang harus disyukuri. Syukur atas perjalanan yang sudah dijalani. Demikian diungkapkan oleh Romo Cosmas Christian Timur, Pr, dalam Ekaristi bersama guru-karyawan SMA Pangudi Luhur “St. Louis IX” Sedayu, Bantul, Sabtu (17/9) di Joglo Resodinomo, Jalan Wates. Yang merayakan adalah Br. Yustinus Wahyu Bintarto, FIC dan Antonius Dwianta. Hadir juga Br Andrus Simon Briyanto, FIC dan Br Antonius Hardianta, FIC, rekan seangkatan Br Yustinus Wahyu.

 

Romo Cosmas Christian, mengutip Kitab Suci, mengatakan bahwa tanaman akan mati atau tumbuh subur, tergantung bagaimana benih tersebut ditabur. Bisa jadi benih tersebut akan mati, tapi bisa juga tumbuh subur. Demikian juga dengan profesi, pekerjaan dan pelayanan. Mungkin orang lain mengatakan bahwa seseorang memiliki “passion” untuk menjadi guru. Namun pada akhirnya, yang membuat profesi, pekerjaan dan pelayanan tersebut berkembang adalah diri sendiri. Karena yang menyeburkan benih-benih “passion” tersebut adalah komitmen untuk belajar dan komitmen untuk melayani. Apakah seseorang yang memiliki benih-benih tersebut memiliki niatan yang kuat untuk menjadikan pelayanannya sebagai jalan kepada Tuhan. Tanpa niatan ini, semuanya bisa terasa hampa.

 

Dalam kurun 25 tahun, ada banyak hal yang terjadi dan dijalani dengan setia. Setia tidak hanya ketika menjalani hal-hal yang baik semata. Tetapi lebih utama adalah ketika tetap berkomitmen ketika menemui hal yang tidak baik. Jika hal ini bisa dijalani, maka hanya kegembiraanlah yang akan selalu ditemui. Karena sebenarnya kegembiraan adalah pilihan. Ingin gembira, atau tidak, dalam tugas perutusan, merupakan pilihan. Kegembiraan juga bisa muncul ketika menjalani komitmen. Inilah cara bagaimana menyuburkan benih-benih pelayanan.

 

Br Yustinus Wahyu, yang sejak awal bergabung dengan kongregasi FIC memilih menjadi guru, pertama kali bertugas di SD Pangudi Luhur Jakarta, bulan Agustus 1997. Ia kemudian menjalani seleksi untuk tugas belajar. Hasil seleksi menunjukkan bahwa ia harus mengambil jalur pendidikan, dan kemudian diterima di jurusan pendidiakan Bahasa Indonesia. Selepas masa kuliah, pernah ditugasi di bidang kesekrtariatan. Kemudian kembali lagi menjadi pengajar di Pangudi Luhur, tepatnya di Ketapang. Penugasan berikutnya adalah mengajar di SMP Pangudi Luhur Wedi, SMP Pangudi Luhur Timoho dan SMA Pangudi Luhur Sedayu.

 

Sementara itu Antonius Dwianta mengatakan ia pertama kali ditugaskan di SMA Pangudi Luhur van Lith, Muntilan, bulan Agustus 1997. Ia kemudian ditugaskan mengajar di SMP Pangudi Luhur Sedayu, dan kemudian bergeser kembali ke SMA Pangudi Luhur Sedayu. Pak Antonius Dwianta mengatakan di SMA Pangudi Luhur Van Lith, ia belajar menyeleksi siswa, di SMP Pangudi Luhur Sedayu dan di SMA Pangudi Luhur Sedayu belajar mengenal siswa dari tingkat ekonomi yang baik sampai tingkat ekonomi bawah. Br. Frans Sugi, FIC, Kepala Yayasan Pangudi Luhur Perwakilan Yogyakarta, menyebut bahwa kesetiaan Pak Antonius Dwianta takkan bisa lepas dari dukungan keluarga. Oleh karena itu, ia berterima kasih atas dukungan tersebut. Untuk Br. Yustinus Wahyu, Br Frans Sugi memuji kemampuannya dalam menata tutur kata sehingga terdengar menyenangkan ketika berbicara.

 

 

Share this Post